Powered By Blogger

Selasa, 08 Februari 2011

Pangan Fungsional

Pola makan orang Indonesia saat ini, khususnya kaum urban dan sub-urban, cenderung berlebihan lemak, garam dan karbohidrat, tapi rendah serat, vitamin dan mineral, seperti yang ada pada kandungan makanan jenis cepat saji (fast food). Sarat kolesterol, asam lemak jenuh, garam, BTM (bahan tambahan makanan) dan kandungan serat yang rendah dipastikan menjadi kelemahan menu makanan cepat saji.

Hipocrates, yang banyak dianggap sebagai Bapak Ilmu Kedokteran dunia pernah mengatakan "Let your food be your medicine and medicine be your food." (Dan slogan ini dipakai oleh HIMATIPAN UNPAD)

Hipocrates menyatakan bahwa bila kita menerapkan pola makan sehat maka apa yang kita makan dapat menunjang kesehatan tubuh secara sekaligus menepis berbagai macam penyakit. Jenis makanan yang dapat berfungsi sebagai sumber gizi bagi tubuh manusia sekaligus menepis berbagai macam penyakit tersebut sering disebut sebagai makanan fungsional (functional food), atau sebagian pakar menyebut smart food, sebagai lawan kata dari junk food.

Sebenarnya mengkonsumsi makanan tidak lagi semata mempertimbangkan kelezatan dan penampilannya saja, tetapi juga yang terpenting adalah nilai gizi dan pengaruhnya terhadap kesehatan tubuh. Masyarakat modern yang peduli kesehatan menuntut makanannya setelah berfungsi sebagai pemasok zat-zat gizi dan cita rasa pemuas mulut, harus berfungsi menjaga kesehatan dan kebugaran. Bahkan dituntut mampu menyembuhkan suatu penyakit. Ini berarti bahwa makanan harus bersifat fungsional.

Makanan mempunyai sifat fungsional jika mengandung senyawa gizi dan nirgizi, yang dapat mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh ke arah yang bersifat positif. Berbagai jenis makanan sudah dikembangkan ke arah mempengaruhi fungsi fiologis tubuh manusia, baik melalui modifikasi maupun perancangan khusus.

Komponen makanan fungsional yang sampai saat ini dipelajari secara mendalam baru 2 buah, yaitu : fitosterol dan probiotik. Fitosterol adalah komponen yang mirip kolesterol yang dapat kita dapatkan pada jaringan tanaman. Namun fitosterol sama sekali tidak memiliki sifat yang sama dengan kolesterol. Fitosterol menguntungkan bagi pengidap hiperkolesterol sedangkan probiotik adalah sarana peredam diare akut.

Komponen pangan fungsional lain selain fitosterol dan probiotik masih cukup banyak. Seperti misalnya flavonoid pada apel dan likopen pada tomat.

Karotenoid pada pangan yang masih kontroversial saat ini, golden rice, varietas padi yang diperkaya dengan karotenoid dengan cara rekayasa genetika, potensial dianggap sebagai makanan fungsional. Susu juga dianggap sebagai pangan fungsional karena banyak sekali komponen susu dapat berfungsi mencegah penyakit, bahkan menyembuhkan penyakit.

Kita juga telah mengenal susu asam probiotik tradisional seperti yoghurt. Selain itu telah beredar pula produk pangan tanpa lemak yang diperkaya dengan mineral, produk non-kolesterol atau kadar kolesterol dan lemaknya rendah. Berbagai produk makanan seperti sereal, biskuit dan minuman diperkaya serat; permen dirancang supaya mengandung zat besi, yodium, vitamin dan frukto-oligosakarida (FOS-GOS); sosis yang diperkaya serat, oligosakarida dan kalsium. Produk serat pangan seperti agar-agar dan nata de coco juga makin dikenal masyarakat luas yang bisa kita sebut sebagai makanan fungsional.

Makin banyaknya produk makanan yang mengklaim diri sebagai pangan fungsional harus diatur agar tidak terkesan bombastis dan menipu konsumen. Di Inggris sudah dikeluarkan aturan yang melarang produk makanan fungsional tertentu memberi klaim yang menyesatkan. Klaim yang diperbolehkan dan dilarang dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tempe sebagai Makanan Fungsional Asli Indonesia

Kecenderungan masyarakat untuk mengkonsumsi makanan fungsional makin berkembang khususnya di negara maju. Mereka bersedia membayar lebih mahal untuk makanan yang bisa menyehatkan tubuh, bahkan menyembuhkan penyakit dan memperlambat proses penuaan. Di Indonesia makanan fungsional pabrikan masih belum menjadi trend. Beberapa merek sudah tersedia di pasaran seperti produk yang mengandung bakteri probiotik, produk-produk fitosterol, asam lemak omega-3 dan likopen. Susu untuk balita sudah banyak mengandung komponen-komponen pangan fungsional, seperti mengandung synbiotik (sinergi antara probiotik dan prebiotik) bahkan serat pangan. Bagi ukuran kantong masyarakat Indonesia mengkonsumsi makanan dan minuman fungsional buatan pabrik adalah sesuatu yang dianggap mewah. Ada pilihan makanan fungsional yang jauh lebih murah bagi masyarakat Indonesia yaitu tempe, yang oleh para ahli pangan dan gizi sudah disejajarkan dengan makanan fungsional.

Tempe telah diketahui oleh masyarakat mengandung protein nabati yang cukup tinggi baik kualitas maupun kuantitasnya, sehingga bisa menjadi pengganti protein daging, telur maupun susu. Tempe juga mengandung asam lemak esensial, mengandung antioksidan yang dapat menghambat proses penuaan, mengandung isoflavon yang berfungsi sebagai anti kanker, vitamin B12 yang tinggi, kaya akan serat makanan, mengandung phospor yang berguna bagi untuk berbagai reaksi metabolisme tubuh serta mengandung antibiotik alami yang dapat menghambat munculnya berbagai penyakit. Artinya, tempe bernilai strategis karena mempunyai kontribusi terhadap asupan gizi masyarakat Indonesia yang tidak bisa diremehkan tetapi harganya relatif murah.

Namun demikian penelitian tentang tempe masih diperlukan jika tempe ingin ditingkatkan sebagai obat, khususnya penelitian yang lebih spesifik tentang komponen-komponen fungsional tempe dan bioavailabilitasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar